Sejak kejadian
malam itu, sikap Reza pada Inneke berubah total. Reza tidak pernah lagi menyapa
Inneke. Bahkan ketika ada sesuatu yang mengharuskannya berhubungan dengan
perempuan itu, Reza lebih memilih menyuruh orang lain yang menyampaikan.
Keadaan ini dirasakan hampir seluruh isi ruang dosen. Pak Adi, yang beberapa
waktu belakangan sangat getol menjodohkan mereka, terlihat sangat khawatir.
“Kalian ada apa, sih? Kok jadi
begini hubungannya?” tanya Pak Adi siang itu. Inneke tidak bisa menjawab.
Dia
hanya menggeleng, berharap Pak Adi tidak meneruskan pertanyaannya. Inneke tidak
tahu bagaimana harus menjelaskan yang sebenarnya terjadi, tanpa membuatnya
terlihat sok benar atau malah sok cantik. Dia memilih untuk diam saja.
---
Inneke berdiri mematung di depan
pintu. Dia ragu untuk masuk. Tidak terlalu siap dengan apa yang akan
dihadapinya didalam. Tapi dia harus masuk. Inneke tidak ingin mengecewakan
Indra, yang ingin mengenalkan pasangannya pada Inneke, tepat di hari first anniversary mereka. Inneke harus
bisa. Cinta tidak harus saling memiliki.
Knop pintu itu akhirnya berputar.
Suara decit pintu terdengar, sebelum kemudian sosok tampan laki-laki itu muncul
diambang pintu. Inneke berusaha tersenyum senormal mungkin.
“Seneng kamu mau datang, Ke. Masuk
yuk, dia sudah nunggu di meja makan.” kata Indra sambil menarik Inneke masuk ke
ruang makan.
Disana, seseorang sedang duduk
membelakangi pintu, memainkan sendok. Menunjukkan kegugupannya. Indra berjalan
menghampirinya, kemudian membelai rambut cepaknya yang hitam berkilau. “Sayang,
dia sudah datang.” bisiknya. Orang itu berdiri dari kursinya, lalu pelan-pelan
membalikkan badan. Inneke menahan nafas, bersiap-siap.
“Hai, Ke.” ucap orang itu tepat
setelah menghadap Inneke sepenuhnya.
Inneke tidak bisa mempercayai
penglihatannya. Badannya mendadak lemas melihat siapa yang sedang dirangkul
Indra. Ingin sekali untuk tidak langsung membuat dugaan, tapi Inneke
benar-benar yakin, memang itulah kenyataannya. Maka, dengan bibir bergetar,
Inneke memberanikan diri memastikan, “Jadi… Pasangan kamu itu R-reza, Ndra?”
----
Everything
is clear now. Tentang siapa yang dicintai Indra. Tentang kemarahan Reza
yang begitu besar. Semua mengarah pada satu jawaban, mereka saling mencintai.
Inneke tidak tahu lagi hatinya berbentuk apa sekarang. Hancur, pasti.
Sebenarnya, sudah lama Inneke tahu
bahwa Indra seorang gay. Dia sadar betul resiko mencintai seorang homo. Tapi dia
baru tahu, kalau rasanya akan sesakit ini ketika tahu bahwa pasangan sahabatnya
itu adalah rekan kerjanya sendiri.
Inneke mengangkat kepalanya,
memandang kedua laki-laki yang sedang bergandengan itu. Terlihat aneh, tapi
mereka tampak bahagia. Inneke sadar, ini saatnya mengikhlaskan. Cinta tidak
harus memiliki. Inneke berusaha tersenyum demi mengucapkan, “Selamat, ya.
Semoga kalian bahagia.”
--End--
0 write your opinion here:
Post a Comment