Pertama kali lihat judul novel
ini, saya langsung menyangka bahwa novel ini bakal banyak bercerita tentang
perjuangan seorang penulis mengirimkan naskah ke penerbit.
Pas baca sinopsis di
cover belakang, saya makin yakin kalau novel ini ceritanya bakal tentang seorang
penulis baru, yang naskahnya diterima oleh salah satu penerbit untuk pertama
kali di dalam hidupnya. Terus dia akan menghadapi berbagai macam kesulitan
dalam proses penerbitan novel pertamanya tersebut.
Sip lah.
Sebagai seorang penulis
amatiran yang dari dulu bermimpi tulisanku diterbitkan, saya langsung merasa
novel karya mba Ria N Badaria ini berjodoh sama saya. Saya berfikir, oke nih buat
tahu lebih banyak soal kejamnya dunia penerbitan.
Selain itu, saya juga merasa
senasib dengan Nuna, tokoh utama di dalam novel ini. Sama-sama suka nulis novel
dan bermimpi jadi penulis sungguhan suatu saat nanti. Aminin dong, hehe.
Novel ini bercerita tentang
seorang gadis bernama Nuna yang menganganggap dirinya sedang mengalami yang
namanya “pelencengan rencana hidup”. Bercita-cita menjadi penulis, tapi
kenyataannya malah bekerja sebagai pegawai sebuah swalayan di Bogor. Sampe
disini, saya makin merasa mirip sama si Nuna. Cita-cita jadi penulis, tapi yang
dukung nggak ada, hiks *mulaicurhat*.
Tapiii, suatu hari Nuna mendapat
surat dari Global Books, salah satu perusahaan penerbit, yang memberi tahunya bahwa
naskahnya layak diterbitkan!
Nggak kebayang gimana rasanya… Kalau saya yang
dapat kabar begitu, pasti langsung lari ke masjid deket rumah. Ngapain? Sujud
syukur, sekalian pinjem speaker masjid buat ngumumin ke orang-orang sekampung,
haha.
Oke, lanjut…
Selama proses revisi, naskah Nuna
dipegang oleh editor fiksi muda nan ganteng bernama Rengga. Nah, pas baca sampe
sini, saya udah mulai curiga, sih, jangan-jangan bakal ada apa-apa diantara mereka
berdua.
Proses bahas-membahas revisian
naskah antara Nuna dan Rengga memang berjalan nggak baik di awal. Rengga sempet
kesel banget sama Nuna yang susah dihubungi. Radit, teman sesama editor fiksi,
menyarankan Rengga untuk mengerjai si Nuna. Dan itu berhasil bikin Nuna jadi
kesel balik ke Rengga.
Dari kejadian itu, Nuna berjanji
kepada dirinya sendiri untuk nggak melakukan kesalahan yang sama sehingga
ngasih editor itu peluang untuk mengerjai dirinya lagi. Dan memang, semua mulai
berjalan lancar. Sampai masalah kontrak selesai, Rengga cukup menghubunginya
lewat telepon (yang memang seharusnya begitu, sih). Sampai suatu hari, Rengga
menyuruh Nuna untuk datang lagi ke kantor Global Books.
Nuna udah panik aja. Dia minta
maaf berkali-kali sama si Rengga, dia nggak mau dikerjai lagi sama editor yang
dianggapnya rese itu. Tapi kemudian Rengga bilang, kalau kedatangan Nuna ke
Global Books kali ini tidak ada hubungannya dengan naskah. Kepala editor fiksi
yang baru, ingin bertemu dengan Nuna. Rengga sendiri tidak tahu apa alasannya.
Bukannya tenang, Nuna makin
panik. Pikirnya, editornya aja udah nyebelin banget, apalagi kepala editornya?
Tapi, akhirnya si Nuna datang
juga ke Global Books.
Dan taraaa! Semua kekhawatirannya nggak terbukti sama sekali.
Karena ternyata, kepala editor yang menyuruhnya datang adalah Kak Arfat!
Laki-laki yang selama ini disukai secara diam-diam oleh Nuna, yang beberapa
tahun belakangan ini menyelesaikan studinya di luar negeri.
Nuna jelas senang sekali bisa
ketemu lagi dengan Kak Arfat. Begitu juga sebaliknya. Cuma Rengga yang bengong
melihat kejadian itu. Ada perasaan nggak terima di dalam dirinya kalau ternyata
Nuna mengenal Arfat. Perasaan yang di bab itu belum terdefinisikan perasaan
seperti apa.
Nah, mulai dari situ, cerita
makin seru.
Dan ternyata perkiraan saya bahwa novel ini bakal lebih banyak
bercerita tentang proses penerbitan naskah, salah total!
Karena ternyata, sama
sekali nggak dijelasin proses proses penerbitan naskah secara detail. Yang ada
justru kisah cinta segitiga yang mulai muncul diantara Arfat, Nuna, dan Rengga. Saya sih makin semangat bacanya, lumayanlah buat nambah-nambah ilmu percintaan
*apasih*.
Mungkin kisah cinta segitiga
kedengarannya sudah terlalu mainstream ya. Tapi percayalah, sissy sissy sekalian,
kisah cinta segitiga yang ditulis Mba Ria ini bukan kisah cinta segitiga biasa.
Membaca novel ini rasanya kayak lagi naik roller coaster. Adegan demi adegan
ciptaan Mba Ria berhasil bikin emosi saya naik turun.
Saya bisa beneran seneng,
sampe senyum-senyum sendiri. Saya bisa ikut-ikutan ngerasain sakitnya perasaan
Nuna di masa-masa dia harus berusaha menghindari si Rangga padahal sebenernya
sama-sama suka (jleb jleb jleb banget lah bagian-bagian ini).
Saya juga bisa
ikutan kesel dengan sikap Mas Arfat ketika membiarkan Nuna menganggap dirinya
yang merawat gadis itu ketika sakit, padahal Rangga yang melakukannya.
Teruuus.. yang paling greget adalah adegan di bawah hujan ketika Rengga
menolong Nuna yang hampir tertabrak pick up di tengah jalan karena berusaha
menjauhi Rengga.
Waktu itu siku Rengga sampe berdarah-darah kena trotoar demi
narik si Nuna ke pinggir jalan. Nuna yang melihat tangan Rengga berdarah,
berusaha meraih tangan Rengga, tapi kemudian si Rengga menepis tangan Nuna dan
berteriak,
“Bukan seperti ini cara
menghindari saya. Dengan seperti ini kamu malah membuat saya tidak bisa lepas
dari kamu, membuat saya tidak bisa tidak memperhatikan kamu. Dan itu buruk
untuk saya. Untuk saya yang mencintai kamu…”
Duuuuh, rasanya saya pengen nangis
baca bagian ini.
Saya semacam bisa ngerasain situasinya secara real. Dipinggir
jalan, hujan-hujanan, dengan seorang laki-laki yang saya sayang lagi
berdarah-darah di depan mata saya, sementara saya harus menjaga jarak sama dia
demi menjaga perasaan orang lain yang sudah duluan menjadi pasangan saya.
Nggak
karu-karuan rasanya. Cenat-cenut banget pas baca bagian ini. Beneran deh. Pengen nangis
banget.
Rasanya aku pengen jadi Nuna, terus meluk
Rengga saat itu juga dan bilang,
“Saya tidak bermaksud membuat Mas
Rengga menderita dan merasa nggak nyaman seperti ini, Mas. Maafin saya untuk
itu. Terima kasih sudah memiliki perasaan seindah itu buat saya. Tapi saya ini
pengecut. Saya tidak berani memilih. Sekali lagi, maafin saya.”
Nah, nulis review pas bagian itu
aja saya kebawa emosi juga. Pengen nangis juga. Kuat banget, deh, ah ini
adegannya. Atau saya yang memang melankolis ya? Huehehe.
Novel ini jadi salah satu novel
kesayangan saya banget nget nget nget. Sering banget saya baca ulang dan nggak
bosen-bosen.
Saking seringnya dibaca, novel saya ini sampe rusak. Beberapa
halamannya udah mbrodol dari covernya. Huhuhu. Syediih cyiin. Nyari-nyari lagi
kayaknya udah nggak ada di toko buku. Jadi yasudah, sekarang kalau buka novel
ini, saya hati hati banget, biar lembaran halaman-halaman yang brodol nggak
ilang, biar tetep utuh.
Kalau harus ngasih rating,
sebagai pecinta drama romantis atau cerita cinta picisan, saya kasih novel ini
sepuluh bintang!
Kisah cinta yang ruwet tapi
indah. And I do really really want to have Nuna’s love story!
0 write your opinion here:
Post a Comment