Wajib Baca --> Novel Review : Sabtu Bersama Bapak - Adhitya Mulya

source : google.co.id


Sudah pada nonton film Sabtu bersama Bapak, belum? Saya sudah, dong.

Terus, sudah tahu juga, nggak, kalo film ini diangkat dari novel karya Adhitya Mulya? Nah kalo ini jelas saya sudah tau, dong! Hehe.

Pas pertama kali lihat novel ini di toko buku, yang saya lihat pertama kali adalah yang covernya udah cover film. Tapi karena saya nggak suka beli novel yang gambar covernya foto orang, jadi saya cari, deh, yang cover asli. Untungnya dapet :)

Waktu itu, saya pikir novel ini sudah difilmkan lama. Eh, ternyata, selang sehari setelah saya selesai baca novel ini, trailer filmnya muncul di tivi! Lah?

Oke, fix!

Saya langsung niat banget buat nonton film ini pas udah rilis di bioskop nanti. Soalnya, baca novelnya aja udah bikin saya jatuh cinta. Jadi saya ngebayangin filmnya bakal jauh lebih mempesona (apalagi yang berperan jadi Bapaknya adalah Abimana, huehehehe).

Etapi pemirsa, ternyata ekspektasi saya ketinggian.

Saya nggak seberapa menikmati filmnya. Bisa dibilang malah sedikit kuciwa. Dan kalau ditanya mending baca novelnya atau nonton filmnya, saya, sih, lebih rekomen baca novelnya aja, deh, langsung.

Gimana, ya? Mungkin karena saya sudah baca novelnya sebelumnya, jadi tahu jalan ceritanya, bahkan sampai ke detil-detilnya. Dan saya menganggap jalan cerita novel ini dengan segala hal-hal kecil di dalamnya, itu PERFECT. 

Jadi, pas ternyata di filmnya ada beberapa yang diubah, saya jadi merasa nggak terima. Nggak sreg. Feelingnya nggak sedapet pas baca novelnya langsung. Penonton pun kecewa. (Huuuuu, itu, sih, elu aja kali, sis)

Salah satu yang paling mencolok adalah jumlah anak Satya dan Risa, yang di novel ada tiga, tapi di film dibikin cuma dua. Okelah, ini nggak apa-apa.

Terus, tentang sebuah kebetulan yang diselipkan di novel tentang Ayu, yang dikenal oleh Ibunya Cakra dengan nama Retna (anak teman satu rombongan hajinya dulu), yang ternyata bekerja di Bank yang sama dengan Cakra sebagai karyawan baru. Cakra yang akhirnya give up dengan segala usahanya merebut hati Ayu, akhirnya pasrah menerima tawaran Ibunya untuk dikenalkan dengan Retna. Sang Ibu tahu Ayu yang selama ini diceritakan Cakra kepadanya adalah Retna, tapi beliau diam. Jadi Cakra bener-bener nggak tahu kalau Retna yang akan dijodohkan dengannya ini adalah Ayu.

Menurut saya, ini salah satu part yang penting. Apalagi, di filmnya, setelah pertemuan dengan Retna di Kota Tua Jakarta, ujug-ujug Cakra bilang ke Ibunya, "Mah, Mamah udah tau, ya, sebelumnya? Ih jahil banget, sih."

Saya nggak tahu, sih. Orang-orang ngeh apa enggak di bagian ini pas nonton filmnya. Tapi saya tahu, dan nggak nyaman.Untungnya saya udah baca novelnya duluan, hihi. Jadi nggak bingung :p

Oke, oke. Sekarang mending saya bahas novelnya aja, ya, sebelum saya digebukin orang-orang se-Indonesia Raya gara-gara kebanyakan protes, huehehe.



So, what makes this novel so much special?

Pertama, gaya penulisannya enak banget buat diikuti. Pilihan bahasanya itu anggun, nggak lebay (kayak tulisan saya hihi). Gampang dipahami, bahkan ketika sedang membahas sesuatu yang serius.

Gaya penulisan yang enak itu penting, loh, biar pembaca nggak capek dan nggak males buat lanjut baca lagi, dan lagi.

Apalagi, ya, di beberapa bagian, Adhitya Mulya membuat dialog-dialog yang kocak banget, yang bikin saya ngakak sampe malu sendiri, soalnya baca novel ini pas lagi di angkot, hahaha.

Saya itu, suka banget novel-novel yang alur ceritanya serius, tapi ada humor yang nggak berlebihan di dalamnya. Bukan yang serius banget sampe bikin jidat berkerut, atau malah lucu banget (yang kadang-kadang lucunya kebablasan alias jayus bin garing). 

Baca novel ini, tuh, nggak ada ruginya. Soalnya buanyak banget pelajaran bagus yang bisa kita ambil dan kita contek buat diaplikasikan ke kehidupan kita.

Yang palng mencolok, sih, parenting values.

Mulai dari cara cerdas Bapak mendidik anak-anaknya meskipun sudah berada di alam yang berbeda. Lalu, kesadaran Satya akan sikapnya yang terlalu keras mendidik anak-anaknya. Bahwa apa yang dilakukannya selama ini itu, hanya membuat anak-anaknya takut kepadanya, bukan hormat. Dan bagaimana Satya berusaha memperbaiki sikapnya, memperbaiki hubungannya dengan ketiga anaknya.

Ada kutipan pemikiran Satya yang saya sukaaaa banget. Ini kutipannya, 

"Ketika orang dewasa mendapatkan atasan yang buruk, mereka akan selalu punya pilihan untuk cari kerja lain. Atau paling buruk, resign dan menganggur. Intinya, selalu ada pilihan untuk tidak berurusan dengan orang buruk. 

Anak? Mereka tidak pernah minta dilahirkan oleh orangtua buruk. Dan ketika mereka mendapatkan orang tua yang pemarah, mereka tidak dapat menggantinya."

SUPER! 

Setelah baca novel ini, terutama bagian ini, saya berjanji untuk mencari calon Bapak yang baik untuk anak-anak saya nanti. Yang nggak diktator, kasar, pemarah, Karena benar, anak tidak pernah memilih siapa orang tuanya, kan? Itu tugas kita, calon-calon orang tua (aamiin) yang harus belajar dan mempersiapkan diri untuk bisa jadi orang tua yang baik untuk anak-anak kita kelak. 

Dan saya juga janji pada diri saya sendiri, ketika nanti saya akan menikah, saya harus menyuruh calon suami saya untuk baca novel ini (biar saya nggak capek jelasinnya gityuuu, hehehe).

Selain parenting values, nilai-nilai baik tentang kehidupan juga diajarkan disini, melalui video-video Bapak yang banyaaak banget (yang sayangnya pemirsah, nggak semuanya ditampilkan dalam filmnya).

Di salah satu videonya, Bapak bilang,

"Harga diri kamu datang dari dalam hati kamu dan berdampak ke orang luar. Bukan dari barang /orang luar, berdampak ke hati."

Lalu yang ini,

"Kang, ketika kalian udah gede, akan ada masanya kalian harus melawan orang. Yang lebih besar, lebih kuat dari kalian.

Dan akan ada masanya, kalian nggak punya pilihan lain selain melawan, dan menang.

Akan datang juga Kang, masanya... semua orang tidak akan membiarkan kalian menang. 

Jadi, kalian harus pintar. Kalian harus kuat. Kalian harus bisa berdiri dan menang dengan kaki-kaki sendiri."

Dan masih buanyak banget pesan-pesan baik yang saya temukan di novel ini. Saya jadi mikir, betapa beruntungnya saya membeli novel ini waktu itu. Nggak rugi. 

Saya cinta setengah mati sama jalan cerita novel ini, dan berharap setengah mati juga kalau novel ini nggak dibikin kelanjutannya apalagi filmnya sampe dijadikan serial televisi yang puanjang banget, yang jalan ceritanya jadi jauuuh dari alur cerita utama. 

(tapi kalo misalkan ternyata ada novel nya bagian dua, sih, tetep saya mau baca wkwkwk)

0 write your opinion here:

Post a Comment

 

FOLLOW ME ON TWITTER TOO!

BE FRIENDS ON FACEBOOK!